Facebook-Twitter vs Donald Trump
Hubungan Donald Trump dengan Facebook dan Twitter bisa dikatakan tidak harmonis sejak akhir bulan Mei. Hal ini bermula ketika Twitter mulai memberi label peringatan “get the facts” terhadap cuitan-cuitan milik Donald Trump yang menggambarkan klaim-klaim “tidak berdasar” tentang pemungutan suara.
Trump mengatakan bahwa pemungutan suara lewat surat “mail-in-ballots” adalah bentuk kecurangan dalam Pilpres. Kotak surat suara akan dirampas, dipalsukan, dicetak dan ditandatangani secara ilegal. Gubernur California akan mengirim surat suara ke jutaan orang melalui pos kepada siapa pun yang tinggal di negara bagian itu.
Di bawah cuitan mengenai hal tersebut, muncul label yang bertuliskan “Get the facts about mail-in ballots.” Ketika di-klik label tersebut, akan mengarahkan orang-orang ke halaman yang berisi penjelasan para ahli yang mengatakan surat suara melalui surat sangat jarang dikaitkan dengan penipuan pemilih.
Pihak twitter mengatakan:
“Kami yakin tweet tersebut dapat membingungkan para pemilih tentang apa yang perlu mereka lakukan untuk menerima surat suara dan berpartisipasi dalam proses pemilihan.”
Berbeda dengan Twitter, Facebook tidak mengikuti kebijakan Twitter terkait penggunaan label peringatan, CEO Facebook mengatakan tidak memiliki kebijakan tentang menempatkan label peringatan terhadap kiriman (postingan) yang mungkin memicu kekerasan. Namun Facebook mengatakan akan menghapusnya.
“Kami percaya bahwa jika sebuah postingan menghasut kekerasan, itu harus dihapus terlepas dari apakah itu layak diberitakan, bahkan jika itu berasal dari politisi. Kami telah menghubungi Gedung Putih hari ini untuk menjelaskan kebijakan ini juga.”
Senjata Balas Dendam Donald Trump
Kesal akan perlakuan Twitter, Trump mengancam untuk menutup perusahaan tersebut. Trump juga menandatangani executive order atau perintah eksekutif terhadap perusahaan-perusahaan sosial media. Secara garis besar, executive order ini meminta untuk menghapus atau mengubah Bagian 230 Undang-Undang Kepatutan Komunikasi, yang melindungi Facebook, Twitter, dan perusahaan online lainnya dari tanggung jawab atas konten yang diposting oleh pengguna mereka.
Undang-undang tersebut memastikan bahwa perusahaan sosial media tidak dituntut karena memoderasi konten di situs mereka. Jejaring sosial memiliki aturan berbeda tentang apa yang boleh di-posting oleh pengguna, melarang konten seperti pelecehan, perkataan yang mendorong kebencian, dan ancaman kekerasan. Mereka juga memiliki pendekatan berbeda terkait iklan politik.
Trump tidak suka dengan Undang-Undang tersebut, Trump mengatakan:
“Itu (UU) masalah besar. Mereka (perusahaan) memiliki perisai. Mereka bisa melakukan apa yang mereka inginkan. Mereka tidak akan memiliki perisai tersebut.”
Trump menilai executive order yang dikeluarkan merupakan upaya mempertahankan kebebasan berbicara di Amerika. Menurut Trump:
“Mereka memiliki kekuasaan yang tidak terkendali untuk menyensor, membatasi, mengedit, membentuk, menyembunyikan, mengubah, hampir semua bentuk komunikasi antara warga negara dan khalayak publik yang besar.”
Trump juga menyerang balik Twitter:
Twitter tidak melakukan apa pun tentang semua kebohongan & propaganda yang dikeluarkan oleh China atau Partai Demokrat Kiri Radikal. Mereka menargetkan Partai Republik, Konservatif, & Presiden Amerika Serikat. Bagian 230 harus dicabut oleh Kongres. Sampai saat itu, itu akan diatur!
Lanjutannya, dalam Executive Order, Trump meminta:
- Komisi Komunikasi Federal menguraikan jenis pemblokiran konten yang dianggap “menipu atau tidak konsisten” dengan syarat dan ketentuan penyedia layanan.
- Meninjau iklan pemerintah di situs media sosial dan apakah platform media sosial itu memberlakukan batasan-batasan berdasarkan “sudut pandang” atau bias politik
- Pembentukan kembali “alat pelaporan bias teknologi” Gedung Putih yang memungkinkan warga melaporkan perlakuan tidak adil oleh media sosial.
Menanggapi hal tersebut, perusahaan-perusahaan besar seperti Facebook, Twitter, dan Google mengatakan bahwa upaya mengikis Bagian 230 sama juga dengan mengikis kebebasan berekspresi di internet
Pasca Ancaman Donald Trump
Setelah ancaman tersebut perselisihan terus berlanjut dan berikut ini deretan perselisihan antara Facebook-Twitter dengan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump
- 18 Juni 2020: Facebook menghapus kampanye dan iklan dari kampanye Trump yang menampilkan simbol segitiga merah terbalik yang pernah digunakan oleh Nazi untuk mengidentifikasi lawan politik.
Juru bicara Facebook:
“Postingan kampanye tersebut melanggar kebijakan Facebook terkait melawan kebencian.”
Juru bicara Kampanye Trump, Tim Murtaugh membalas:
“Simbol tersebut hanyalah emoji yang bahkan ada juga di Facebook serta dalam database Anti-Defamation League Hate Symbols.”
CEO of the Anti-Defamation League, Jonathan Greenblatt melakukan koreksi:
“Database kami bukan berisi koleksi gambar-gambar dalam sejarah Nazi melainkan simbol yang biasa digunakan oleh kelompok ekstremis modern dan supremasi kulit putih di Amerika Serikat. Tim Kampanye Trump harus segera minta maaf. Secara sengaja atau tidak, menggunakan simbol yang pernah digunakan oleh Nazi bukanlah tampilan yang baik bagi seseorang yang mencalonkan diri di Gedung Putih. Tidak sulit bagi seseorang untuk mengkritik lawan politik tanpa menggunakan citra era Nazi.”
- 19 Juni 2020: Facebook dan Twitter menghapus video tentang “bayi rasis” yang diposting ke akun media sosial Presiden Trump sebagai tanggapan atas klaim hak cipta dari salah satu orang tua anak-anak dalam video tersebut dan karena Trump telah melakukan manipulasi media berita serta informasinya dan menuduh menyebarkan berita hoaks.
Sebelum dihapus, Twitter telah memberi label “manipulated media” pada video yang di-tweet oleh Presiden Donald Trump. Video tersebut telah dilihat lebih dari 20 juta kali di Twitter dan lebih dari 4 juta kali di Facebook pada saat dihapus dari setiap platform.
Video tersebut merupakan milik media berita CNN. Dalam video asli yang disebarkan melalui twitter resmi CNN bertuliskan “special friendship”, menceritakan:
- Dua anak balita, berkulit putih dan hitam bertemu lalu merangkul dan saling berpelukkan
- Balita berkulit putih berlari mengikuti balita berkulit hitam tersebut.
Trump memanipulasi video tersebut. Dalam cuitannya, Trump menggunakan video milik dan template CNN juga, tetapi alur cerita dan narasinya diubah yang seakan-akan menuduh CNN membuat dan menyebarkan berita hoaks untuk menyerang Donald Trump. Narasinya sebagai berikut:
- Balita berkulit putih mengejar balita berkulit hitam dengan template CNN bertuliskan “”TERRIFIED TODDLER RUNS FROM RACIST BABY” dan “RACIST BABY PROBABLY TRUMP VOTER”
- Setelah itu tertulis kalimat “WHAT ACTUALLY HAPPENED” dan kemudian menunjukkan kedua balita saling merangkul dan berpelukkan.
- Pada bagian penutup video, tertulis “AMERICA IS NOT THE PROBLEM, FAKE NEWS IS. IF YOU SEE SOMETHING, SAY SOMETHING. ONLY YOU CAN PREVENT FAKE NEWS DUMPSTER FIRES.”
Menanggapi hal tersebut, CNN membalas Trump dengan mengatakan:
“Kami akan terus bekerja dengan fakta daripada men-tweet video palsu yang mengeksploitasi anak-anak yang tidak bersalah. Kami mengundang Anda untuk melakukan hal yang sama.”
28 Juli 2020: Facebook dan Twitter juga pernah menghapus video yang menyebarkan informasi palsu tentang “obat” virus corona yang dibagikan oleh Presiden Trump. Video yang diterbitkan oleh situs Breitbart menunjukkan konferensi pers di depan Mahkamah Agung dengan Perwakilan Republik Carolina Selatan, Ralph Norman dan beberapa orang yang mengaku sebagai dokter yang telah bekerja dengan pasien COVID-19. Dr. Stella Immanuel, salah satu anggota kelompok yang menamakan dirinya “America’s Frontline Doctors,” mengatakan hydroxychloroquine, obat yang disebut-sebut oleh Trump, adalah “obat” untuk virus corona.
Menanggapi hal ini, juru bicara Facebook mengatakan:
"Kami telah menghapus video ini karena berbagi informasi palsu tentang penyembuhan dan perawatan untuk COVID-19," Facebook juga mengatakan, "Orang yang bereaksi, mengomentari, atau membagikan video ini, akan melihat pesan yang mengarahkan mereka ke informasi resmi tentang virus."
Sama halnya dengan Facebook, pihak Twitter juga menyatakan bahwa cuitan Trump adalah “pelanggaran” dari kebijakan misinformasi COVID-19.
5 Agustus 2020: Facebook dan Twitter menghapus sebuah video yang disebarkan oleh Donald Trump karena melakukan klaim palsu mengenai virus corona. Video tersebut berisi wawancara yang diadakan dengan Fox News. Dalam wawancara itu, Trump mendesak pembukaan sekolah pada musim gugur ini, dengan alasan bahwa anak-anak “hampir kebal” dari virus corona.
Trump mengatakan:
"Jika Anda melihat anak-anak, saya hampir pasti akan mengatakan mereka hampir kebal dari penyakit ini. Mereka memiliki sistem kekebalan yang jauh lebih kuat daripada yang kita. Mereka tidak punya masalah.”
Juru bicara Facebook memberikan alasannya menghapus video tersebut dengan mengatakan:
“Video ini menyertakan klaim palsu bahwa sekelompok orang kebal dari Covid-19, yang merupakan pelanggaran kebijakan kami seputar misinformasi Covid yang berbahaya.”
Seorang juru bicara Twitter juga mengonfirmasi bahwa video tersebut “melanggar Peraturan Twitter tentang misinformasi COVID-19.”
Jadi begini rentetan perkelahian antara Trump dengan Facebook-Twitter. Kawan Diskusi hati-hati ya dalam memilih informasi!
Penulis: G.Giovani Yudha; Editor: G.Giovani Yudha; Perancang Visual: Zaki Khudzaifi dan Yundira Putri Rahmadanti
Referensi:
Kelly, M. (28 Mei 2020). Donald Trump signs executive order targeting social media companies. Diambil dari https://www.theverge.com/2020/5/28/21273822/trump-signs-executive-order-facebook-twitter-section-230-social-media-companies
Newton, C. (29 Juni 2020). Diambil dari Facebook won’t take any action on Trump’s post about shootings in Minnesota. Diambil dari https://www.theverge.com/facebook/2020/5/29/21274729/facebook-trump-post-shooting-mark-zuckerberg-rationale
Liptak et al., (29 Mei 2020). Trump signs executive order targeting social media companies. Diambil dari https://edition.cnn.com/2020/05/28/politics/trump-twitter-social-media-executive-order/index.html
Wong, Q. (2 Juni 2020). Trump vs. Twitter: Here’s what you need to know about the free speech showdown. Diambil dari https://www.cnet.com/news/trump-vs-twitter-heres-what-you-need-to-know-about-the-free-speech-showdown/
Frenkel dan Kang. (5 Agustus 2020). Facebook Removes Trump Campaign’s Misleading Coronavirus Video. Diambil dari https://www.nytimes.com/2020/08/05/technology/trump-facebook-coronavirus-video.html
Freiman, J. (6 Agustus 2020). Facebook and Twitter remove video of Trump falsely claiming children are “almost immune” to the coronavirus. Diambil dari https://www.cbsnews.com/news/facebook-twitter-trump-video-misinformation-removal-children-immune-coronavirus/
Brito, C. (28 Juli 2020). Facebook, Twitter and YouTube take down false coronavirus “cure” video shared by Trump. Diambil dari https://www.cbsnews.com/news/facebook-twitter-youtube-removing-false-covid-19-information-video-trump-share/
Zadrozny dan Romero (19 Juni 2020). Twitter, Facebook remove ‘racist baby’ video posted by Trump. Diambil dari https://www.nbcnews.com/politics/donald-trump/twitter-labels-video-tweeted-trump-manipulated-media-n1231511