Belajar Hubungan Internasional dari Narasi Zombie Apocalypse
Jika kelak Zombie benar-benar nyata, serangan mereka terhadap ras manusia mampu meruntuhkan peradaban manusia kecuali kita menanggulanginya secara cepat dan agresif.
Pernyataan tersebut merupakan kesimpulan menurut sekelompok peneliti di Kanada berdasarkan kalkulasi matematika yang mereka ungkap kepada BBC News.
Kondisi yang mencekam dan mengerikan di dalam skenario dystopian wabah zombie sering kali diproduksi dan dipopulerkan melalui berbagai karya komik, novel, video game dan film. Namun, di tangan para ilmuwan sosial, narasi-narasi yang tergambar dalam Zombie Apocalypse atau ‘kiamat’ zombie dapat diinterpretasikan ke dalam banyak kajian ilmiah yang bersifat cukup akademis. Meski tak banyak yang mengira, nyatanya skenario dalam bencana zombie — yakni salah satu ikon pop-culture dan fiksi ilmiah Barat tersebut dapat difungsikan sebagai studi kasus yang cukup substantif dalam membantu merefleksikan fenomena Hubungan Internasional (HI).
Dalam beberapa penulisan ilmiah, Zombie sebagai salah satu objek kajian yang tidak nyata, rupanya cukup potensial untuk melahirkan diskursus dan asumsi analitis yang cukup nyata. Terutama ketika menyangkut penelitian terkait reaksi komunitas internasional terhadap bencana global, perubahan geopolitik, peperangan, ancaman punahnya populasi manusia, serta anarki pada level global.
Berikut ini, kami merangkum beberapa penjelasan menarik mengenai konsep dan aspek-aspek penting daalm Hubungan Internasional yang dapat digali dari narasi dari ‘kiamat’ zombie yang cukup populer, yakni The Walking Dead dan World War Z.
- Anarki dan Realisme (Survival & Self-help)
Dalam studi HI, anarki adalah konsep di mana sistem internasional tidak punya orotitas superior; tidak ada kedaulatan pemerintahan universal atau pemerintahan dunia. Oleh karenanya, tidak ada kekuatan koersif yang superior secara hierarkis yang dapat menyelesaikan konflik, menegakkan hukum, ataupun menata sistem politik sebagaimana yang dilakukan oleh negara terhadap situasi dalam negeri. Anarki pun menjadi konsep yang diterima luas sebagai titik awal teori hubungan internasional.
Salah satu penggambaran Anarki dapat disaksikan dalam serial berjudul The Walking Dead. The Walking Dead merupakan serial televisi horor pasca-apokaliptik Amerika yang dikembangkan oleh Frank Darabont untuk AMC. Ia didasarkan pada serial komik dengan judul yang sama oleh Robert Kirkman, Tony Moore, dan Charlie Adlard.
Film ini menceritakan kisah perjuangan tokoh Protagonis utama, Opsir Rick Grimes yakni seorang mantan Deputi Sherif dari Atlanta dalam memimpin kelompoknya untuk bertahan dalam wabah zombie.
The Walking Dead memberikan rasionalisasi terkait betapa cepatnya wabah zombie menyebar. Dalam episode kelima season 1 yang berjudul ‘Wildfire’ seorang dokter dari CDC (Centers for Desease Control and Prevention) menjelaskan kepada Rick dan kelompoknya bahwa upaya garda nasional Amerika mengarantina wilayah Atlanta, Georgia telah gagal total. Kemudian hanya dalam hitungan minggu, negara berserta instrumen-instrumennya telah runtuh dan tidak bekerja lagi secara efektif. Ditunjukkan bahwa berbagai upaya negara, seperti mengebom pusat-pusat kota dan karantina wilayah, telah gagal menghentikan wabah virus zombie dalam merusak peradaban.
Terungkap bahwa virus mematikan yang menjadi penyebab wabah ini pada dasarnya telah menginfeksi seluruh orang di dunia, tanpa perlu tertular melalui gigitan atau serangan zombie terlebih dahulu. Rick dan kelompoknya kemudian menyadari bahwa ketika seseorang meninggal dunia, barulah virus tersebut aktif, dan menghidupkan kembali fungsi otak yang telah mati untuk menggerakkan tubuh manusia, namun tidak dengan kesadaran dan akal mereka, maka secara teknis kini mereka adalah mayat berjalan (walking dead).
Zombie pada The Walking Dead berlaku sebagai ancaman utama bagi manusia seperti pada umumnya, yakni menebar teror, serta bernaluri untuk menyerang dan memakan manusia. Dalam kondisi di mana zombie dapat dengan sangat menyapu bersih populasi manusia, dalam hitungan minggu atau bulan tidak ada lagi sistem yang menopang berdirinya peradaban sebagaimana yang pernah ada sebelumnya.
Kondisi tersebut merefleksikan konsep self-help dan survival dengan sangat jelas, di mana manusia benar-benar harus bertanggung jawab atas kelangsungan hidup mereka masing-masing. Tidak ada institusi kepolisian, militer, ataupun negara untuk melindungi masyarakat. Manusia memilih bersembunyi di sudut-sudut kota, atau hidup mengembara dan mengais keperluan dasar mereka dengan persenjataan lengkap dan insting yang tidak selalu didasari oleh moral.
Secara keseluruhan, narasi pada The Walking Dead mampu menggambarkan realita yang komplit tentang kemungkinan dari menjalani kehidupan sosial-politik ala realisme dalam kondisi Anarki yang paling fundamental, sekaligus paling mengerikan.
Berdasarkan alur ceritanya, setelah puluhan tahun sejak wabah zombie merusak tatanan peradaban dan menempatkan dunia pada tataran Anarki, sekelompok manusia yang tersisa kemudian pada akhirnya mampu untuk membangun komunitas dengan sistem yang masing-masing mereka yakini. Meski kondisi yang memilukan ini menyebabkan peradaban manusia harus dibangun di atas prinsip bertahan hidup yang serba apa adanya.
2. Aliansi, Kerja sama, dan Collective Defense
Masih merujuk pada film yang sama, dalam beberapa season lanjutannya The Walking Dead lebih banyak menampilkan suasana konflik dan kerjasama antar manusia yang masih tersisa. Jalur perang ataupun kerjasama dipandang satu-satunya pilihan oleh komunitas manusia demi menyokong kelangsungan hidup mereka yang sangat bergantung pada suplai makanan, persenjataan dan sumber daya manusia.
Dalam alur cerita, setelah petualangan panjang akhirnya Rick berhasil mendirikan sebuah aliansi antar komunitas-komunitas besar yang diberi nama ‘The Milita’. Aliansi ini terdiri atas Alexandria Safe-zone (Survivors), Hilltop Colony, The Oceanside dan The Kingdom, yang memiliki visi bersama untuk menjadi harapan bagi pemulihan peradaban manusia. Aliansi mereka didasari oleh prinsip tata kelola yang otonom serta piagam tertulis untuk berkomitmen dalam bekerja sama dan saling melindungi satu sama lain berdasarkan sistem Collective Defense.
Collective Defense berarti suatu ancaman bagi salah satu anggota aliansi adalah ancaman bagi semua, dan harus ditumpas bersama-sama.
Hal ini diperlukan karena aliansi komunitas tersebut kerap berkonflik dan berperang melawan ancaman komunitas ‘jahat’ lainnya yang tidak bisa dihadapi oleh satu komunitas seperti The Saviors, The Wolves, The Scavengers, dan The Whisperers.
3. Geopolitik
Dalam banyak studi dan analisis terkait HI, salah satu konsep yang sangat populer dan seringkali muncul ialah Geopolitik. Konsep ini mampu membantu menjelaskan, memahami, atau memprediksikan kebijakan luar negeri atau juga fenomena politik internasional lainnya dengan mengacu pada variabel geografi. Variabel geografi tersebut umumnya mengarah pada: lokasi geografis negara, ukuran negara yang terlibat, iklim wilayah tempat negara tersebut berada, topografi wilayah, demografi, sumber daya alam, serta ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi (Evans & Newnham, 1998).
Seringkali cukup sulit untuk memahami Geopolitik secara kontekstual tanpa adanya suatu objek studi kasus untuk dikaji. Oleh karena itu, salah satu karya fiksi ilmiah tentang wabah zombie berjudul World War Z yang dikarang oleh Max Brooks mampu memvisualisasikan studi kasus yang cukup rasional mengenai geopolitik.
Bahkan terdapat buku dengan judul “Global Disorder in the Undead World: Teaching Geopolitics With Zombies” (Korson, 2018) yang benar-benar memberikan panduan dalam menggunakan narasi dalam Novel dan Film World War Z untuk mengajarkan diskursus geopolitik kepada para pelajar sekolah di Amerika.
Keunikan dari World War Z adalah ia bercerita tentang kisah-kisah perjuangan berbagai negara di dunia dalam melawan wabah zombie. Pada versi novelnya, Max Brooks menjelasakan geopolitik jauh lebih mendetil daripada versi filmnya. Ditunjukkan bahwa beberapa bangsa di dunia sukses dalam merespon dan menanggulangi wabah ini, sementara beberapa bangsa lainnya hancur total.
Rupanya, penyebabnya ialah kebijakan responsif wabah zombie masing-masing negara yang bervariasi. Hal ini didasari oleh keunikan karakteristik variabel geopolitik mereka masing-masing. Ya, World War Z mengangkat semua kejadian sejarah dunia dan sejarah suatu bangsa berdasarkan keadaan aktual yang sebenarnya. Geopolitik menjadi faktor penentu bagi kebijakan negara yang berhasil dan yang gagal dalam menanggulangi wabah zombie.
Baik dalam Novel dan juga Film, terdapat babak yang cukup menarik yakni ketika World War Z mengangkat diskursus dari realita geopolitik antara bangsa Israel-Palestina. Diceritakan bahwa Israel merupakan satu-satunya bangsa yang pertama kali sigap merespon isu ancaman zombie secara serius dan cukup sukses. Israel memilih untuk membangun tembok besar yang dikawal militer untuk melindungi wilayah mereka sebelum semua terlambat. Pihak Israel mengakui bahwa keyakinan religius mereka menjadi dasar urgensi untuk membangun tembok itu sejak 2000 tahun lalu. Di dunia nyata, kita tahu bahwa memperkuat perbatasan merupakan salah satu keseriusan Israel dalam melindungi teritorinya serta menghindari kejahatan transnasional. Tentunya kebijakan ini juga merupakan dampak dari sejarah konfliktual berkepanjangan atara Israel dan Palestina.
Tidak diceritakan dalam versi film, namun dalam novelnya terungkap bahwa di belahan dunia yang lain, kepanikan dan kekacauan ini memengaruhi beberapa negara di dunia dalam mengambil kebijakan luar dan dalam negeri:
- India dan Pakistan berujung saling menghancurkan satu sama lain dalam perang nuklir. Ini dapat dikaitkan dengan konflik perbatasan antara India dan Pakistan yang merupakan konflik geopolitik sungguhan.
2. Kuba, sebagai negara yang dipisahkan lautan berhasil mencegah masuknya wabah zombie dengan mengimplementasikan protokol pemblokiran imigrasi jalur air yang dijaga ketat dan cukup kejam.
3. Amerika Serikat harus mengakui bahwa kecanggihan teknologi dan persenjataannya tidak efektif dalam menangkal kehancuran negaranya.
4. Rusia berhasil memenangkan ‘perang’ ini dengan memaksa pasukan militernya yang sangat besar untuk terus bertempur. Pemerintah Rusia mengancam akan mengeksekusi mati mereka yang membangkang perintah dan enggan untuk bertempur.
5. Jerman, mengorbankan populasi masyarakat sipil demi ‘menyelamatkan’ kekuatan pasukan militer mereka.
6. Ukraina, memilih menggunakan senjata kimiawi untuk menyapu bersih populasi zombie, namun secara tega juga mengorbankan jutaan populasi rakyatnya.
Itulah sebagian pelajaran HI yang dapat direfleksikan dari sekedar menonton atau membaca karya-karya terkait Zombie Apocalypse. Meski narasi yang disajikan hanya sebatas karya fiksi ilmiah, namun pembelajaran yang dapat dihasilkan tidak kalah berkualitas. Kesimpulan akhirnya, justru terdapat lebih banyak kemungkinan-kemungkinan tak terduga yang dapat dijadikan contoh studi kasus dan penelitian ketika penelitian sosial berani bereksplorasi melampaui batas antara yang nyata dan baru sebatas fiksi.
Penulis: M. Farhan Triandi; Editor: G. Giovani Yudha B.; Perancang Visual: M. Farhan Triandi
Referensi
Evans, G & Newnham, J., (1998), “The Penguin Dictionary of International relations”, Penguin Books, London, Uk. ISBN 0–14–051397–3
Ghosh, P. (2009). “Science ponders ‘zombie attack’”. Retrieved from http://news.bbc.co.uk/2/hi/science/nature/8206280.stm
Korson, C. (2019). Global Disorder in the Undead World: Teaching Geopolitics With Zombies. Journal of Geography, 118(1), 35–48.