Pengungsi di tengah Pandemi — World Refugee Day 2020

Ruang Diskusi
5 min readJun 20, 2020

--

Pengungsi masih menjadi problematika isu kemanusiaan internasional saat ini. Menurut United Nations Refugee Convention tahun 1951, pengungsi merupakan seseorang yang tidak dapat atau tidak mau kembali ke negara asalnya, karena terdapat ketakutan persekusi terhadap ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial, hingga opini politik. Menurut laporan yang disajikan oleh United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), hingga akhir tahun 2019 terdapat 79,5 juta orang di dunia yang terlantar dan 26 juta diantaranya yaitu pengungsi.

Seperti pada gambar 1, dua per tiga dari seluruh pengungsi saat ini, lima diantaranya dari Suriah, Afganistan, Sudan Selatan, Myanmar, dan Somalia. Ditambah terdapat 126 negara yang memberikan perlindungan dan bantuan kepada 59 juta pengungsi. Negara yang menerima pengungsi seperti pada gambar 2, diantaranya yaitu Jerman, Sudan, Uganda, Pakistan, dan Turki.

Gambar 1: Pengungsi berdasarkan asal negara (UNHCR Global Trends 2019)
Gambar 2: Negara-negara penerima pengungsi (UNHCR Global Trends 2019)

Pengungsi dilindungi oleh Refugee Convention tahun 1951 dan Protokol tahun 1967. Konvensi tahun 1951 berisi sejumlah hak dan menyoroti kewajiban para pengungsi terhadap negara tuan rumah yang ditempati. Landasan Konvensi 1951 yaitu prinsip non-refoulement atau seorang pengungsi tidak boleh dikembalikan ke negara saat menghadapi ancaman serius terhadap kehidupan atau kebebasannya. Menurut ketentuannya, pengungsi layak menerima perlakuan yang sama dinikmati oleh warga negara asing lainnya di negara tertentu dan perlakuan sama seperti warga negara.

Every Action Truly Counts

Dalam upaya meningkatkan kesadaran publik dan menghormati pengungsi, pencari suaka, orang tanpa kewarganegaraan, hingga orang-orang terlantar di seluruh dunia, UN mendedikasikan setiap tanggal 20 Juni sebagai World Refugee Day.

Pada tahun 2020, World Refugee Day akan terasa berbeda, karena adanya Pandemi Covid-19. UNHCR mengingatkan setiap orang, termasuk para pengungsi untuk dapat berkontribusi pada masyarakat. Tahun ini UNHCR mengusung kampanye Everyone can make a difference, every action counts.

Melalui pernyataan yang disampaikan oleh Komisaris Tinggi UN Refugee Agency, Filippo Grandi dalam World Refugee Day 2020, saat ini tidak hanya catatan jumlah orang yang terpaksa mengungsi, namun dunia juga bertarung dengan Covid-19. Situasi pandemi saat ini tidak menghalangi negara-negara penerima pengungsi untuk menyambut para pengungsi.

Para pengungsi tidak hanya tinggal diam, mereka (pengungsi) juga berkontribusi dalam cara yang signifikan, seperti menjadi petugas sukarelawan, sebagai petugas kesehatan seperti yang berada di Kolombia dan Inggris; membantu membangun pusat isolasi di Bangladesh. Solidaritas dan tindakan global yang lebih besar dibutuhkan untuk melibatkan dan mendukung para pengungsi, internally displaced persons, orang tanpa kewarganegaraan, serta negara penerima pengungsi.

Filippo Grandi melanjutkan pernyataannya bahwa pandemi Covid-19 dan protes anti-rasisme menunjukan kita perlu berjuang untuk dunia yang lebih inklusif dan setara — tahun ini, kami bertujuan mengingatkan dunia bahwa seluruh orang, termasuk pengungsi dapat berkontribusi pada masyarakat.

Every Action Counts in the effort to create a more just, inclusive, and equal world. (UN High Commisioner for Refugee, FIlippo Grandi, 2020)

COVID-19 dan World Refugee Day 2020

Pandemi Covid-19 menyebar dengan sangat cepat, sehingga menjadi permasalahan bagi seluruh masyarakat dunia saat ini. Pengungsi menjadi pihak yang rentan untuk tidak memiliki sumber daya dasar dalam bertahan hidup di masa pandemi Covid-19 saat ini. Banyak pengungsi kehilangan pendapatan dan memaksa mereka untuk mengurangi kebutuhan paling dasar, seperti makanan dan obat-obatan.

Sebagai contoh negara penerima pengungsi terbanyak, Turki juga berada di urutan 16 kasus kematian Covid-19 di dunia. Sebagian besar warga Suriah di Turki bekerja sebagai pekerja harian, sehingga para pengungsi Suriah mengalami dampak dari lockdown Covid-19 berupa kehilangan pekerjaan. Selain itu, para pengungsi dilarang bepergian ke kota lain untuk bekerja. Dalam situasi seperti ini pengungsi Suriah akan mengalami kekurangan untuk memenuhi kebutuhan dasar, sekaligus menjadi rentan untuk terkena Covid-19.

Sejak dimulainya pandemi, UNHCR telah memberian bantuan darurat kepada hampir 200.000 pengungsi di Mesir, Irak, Yordania, Libanon, dan Turki yang sebelumnya tidak menerima bantuan keuangan. Kelima negara menampung lebih dari 5,5 juta warga Suriah atau kelompok pengungsi terbesar di dunia. Bahkan sebelum pandemi, mayoritas pengungsi Suriah telah hidup di bawah garis kemiskinan. Oleh karena itu, kondisi pengungsi saat ini paling rawan untuk terkena Covid-19.

Penelitian terkait Covid-19 dan pengungsi dilakukan oleh Paul Spiegel dan koleganya dari Johns Hopkins University, Amerika Serikat. Penelitian simulasi Covid-19 dilakukan di wilayah Bangladesh, tepatnya pemukiman pengungsi Rohingnya. Sebelumnya sekitar 600.000 pengungsi Rohingya yang tinggal di pemukiman tersebut, satu pengungsi telah meninggal karena Covid-19 dan 29 dinyatakan positif mengidap virus korona sejak kasus pertama terdeteksi pada 14 Mei di sekitar kamp.

Paul Spiegel dan rekannya menggunakan model dinamis dari sindrom pernapasan akut virus korona sebagai transimisi untuk mensimulasikan bagaimana Covid-19 dapat tersebar. Para peneliti melakukan simulasi dalam skenario transmisi tinggi, sedang, dan rendah. Model tersebut memprediksi pada tahun pertama populasi yang akan terinfeksi mencapai 421.500 untuk transmisi rendah, 546.800 untuk transmisi sedang, 589.800 untuk transmisi tinggi, dan 2.800 kematian dalam tiga skenario. Populasi pengungsi yang tinggal di pemukiman dengan kepadatan yang tinggi, akses air dan sanitasi yang buruk, serta layanan kesehatan yang terbatas sangat rentan terhadap Covid-19.

Dari kesimpulan penelitian Spiegel dan koleganya penyebaran penyakit melalui pemukiman pengungsi akan lebih cepat daripada populasi dengan akses yang lebih mudah untuk mengikuti pencegahan penyebaran Covid-19 seperti jarak sosial, kebersihan dasar, dan isolasi. Selain itu, pemukiman pengungsi membutuhkan peningkatan besar dalam kapasitas dan infrastruktur layanan kesehatan.

Referensi

Henderson, E. (16 Juni 2020). Study highlights vulnerability of people in refugee camps to COVID-19. Diambil dari https://www.news-medical.net/news/20200616/Study-highlights-vulnerability-of-people-in-refugee-camps-to-COVID-19.aspx

Ridgwell, H. (9 Juni 2020). Fleeing War, Fighting for Survival: Turkey’s Syrian Refugees Face New Struggles. Diambil dari https://www.voanews.com/covid-19-pandemic/fleeing-war-fighting-survival-turkeys-syrian-refugees-face-new-struggles

Truelove, S., et al. (2020). The potential impact of COVID-19 in refugee camps in Bangladesh and beyond: A modeling study. PLOS Medicine. doi.org/10.1371/journal.pmed.1003144.

UNHCR. (n.d.). Global Trends Forced Displacement in 2019. Diambil dari https://www.unhcr.org/globaltrends2019/

UNCHR. (16 Juni 2020). Syrian Refugees Profoundly Hit by COVID-19 Economic Downturn. Diambil dari https://www.unhcr.org/news/briefing/2020/6/5ee884fb4/syrian-refugees-profoundly-hit-covid-19-economic-downturn.html

UNHCR. (19 Juni 2020). 2020 World Refugee Day Statement by UN High Commisioner for Refugees Filippo Grandi. Diambil dari https://www.unhcr.org/news/press/2020/6/5eeb289c4/2020-world-refugee-day-statement-un-high-commissioner-refugees-filippo.html

United Nations. (n.d.). World Refugee Day 20 June. Diambil dari https://www.un.org/en/observances/refugee-day

United Nations. (n.d.). Refugees. Diambil dari https://www.un.org/en/sections/issues-depth/refugees/

--

--

Ruang Diskusi
Ruang Diskusi

Written by Ruang Diskusi

Halo Kawan Diskusi, follow juga instagram kami ya https://instagram.com/ru.dis

No responses yet