Perdagangan Illegal Mengancam Populasi Trenggiling
Indonesia memiliki keragaman flora dan fauna yang tersebar di seluruh wilayahnya. Banyak satwa liar yang hidup di Indonesia tinggal dibawah naungan Suaka Margasatwa untuk menjaga keberadaan habitatnya. Namun, tidak sedikit juga satwa yang diburu dan diperdagangkan secara ilegal. Salah satu satwa yang hingga saat ini masih diperdagangkan dan dalam kapasitas yang besar yaitu trenggiling.
Trenggiling menjadi salah satu hewan yang paling banyak diperdagangkan di dunia. Salah satunya adalah Trenggiling Indonesia atau dikenal sebagai Trenggiling Sunda (Manis Javanica). Trenggiling ini sangat diminati di Hong Kong, Vietnam, dan China. Saat ini trenggiling Sunda terdaftar sebagai kategori “terancam punah” menurut International Union for Conversation of Nature (IUCN) dan diberi perlindungan oleh Convention of International Trade in Endangered Species (CITES), artinya dilarang untuk diperdagangkan.
Indonesia terlibat sebagai negara sumber utama perdagangan trenggiling internasional. Keterlibatannya dapat ditelusuri hingga awal abad ke-20 dengan catatan pengiriman besar dari Jawa ke China sejak 1925. Setelah Indonesia merdeka, antara tahun 1958 hingga 1964, diperkirakan 25.000 trenggiling diperdagangkan dari Kalimantan ke Hong Kong untuk memenuhi permintaan.
Selama tahun 1990-an, trenggiling mulai diburu dan diperdagangkan untuk kulit mereka dalam membuat produk seperti tas, dompet, dan aksesoris lainnya. Setelah memasuki tahun 2000, perdagangan kulit trenggiling digantikan oleh perdagangan yang lebih menguntungkan. Salah satunya yang dilakukan oleh China untuk bahan pengobatan tradisional. Menurut TRAFFIC, sebuah lembaga non-pemerintah yang bekerja secara global dalam menganalisis perdagangan hewan dan tumbuhan liar, sejak tahun 2010 hingga 2015 terdapat 111 kasus dan aktivitas perdagangan trenggiling di Indonesia sebanyak 23.305 ekor.
Dari keempat negara, Indonesia memainkan peran penting sebagai sumber utama rantai perdagangan trenggiling internasional. Dengan semakin meningkatnya permintaan dari China dan Vietnam, trenggiling di Indonesia menghadapi kelangkaan untuk memenuhi permintaan tersebut
TRAFFIC memperkirakan secara keseluruhan sekitar 895.000 ekor trenggiling telah diselundupkan antara 2000 hingga 2019 di Asia Tenggara.
Direktur Pencegahan dan Pengamanan Hutan Ditjen Gakkum KLHK, Sustyo Iriyono mengatakan dalam kurun waktu 2015 hingga 2019, kegiatan operasi penegakan hukum dalam memberantas perdagangan trenggiling telah dilakukan sebanyak 13 kali, berhasil mengamankan 17 ekor trenggiling hidup, 1840 trenggiling kondisi mati.
Dalam perdagangan internasional, harga daging trenggiling dapat mencapai US$1.200/kg dan sisiknya dapat mencapai US$3.000/kg.
Peredaran perdagangan trenggiling di Indonesia berpusat di provinsi Sumatera Utara, Riau, dan Kota Palembang yang merupakan pusat perdagangan sekaligus jalur perdagangan bagi Indonesia, Malaysia dan Singapura.
Sedangkan Surabaya memiliki peran penting dalam perdagangan trenggiling yang melibatkan permintaan dari China, Malaysia, Hong Kong, dan Vietnam. Oleh karena itu, Indonesia dinobatkan sumber pemasok perdagangan trenggiling ke berbagai negara di Asia hingga Rusia dan Amerika Serikat
Volume perdagangan trenggiling yang meningkat dan penyitaan yang lebih kecil dapat menjadi indikasi penurunan populasi sehingga menyebabkan populasi trenggiling yang terancam punah akibat harus memenuhi permintaan negara tujuan
Pada awal Juni 2020, Pemerintah China melaporkan telah melarang trenggiling dalam pengobatan tradisional China (TCM) dan semua spesies trenggiling memiliki tingkat perlindungan tertinggi di Tiongkok. Mengikuti pengumuman Chinese State Forestry and Grassland Administration’s (SFGA) atau departemen kehutanan China bahwa trenggiling menjadi spesies yang dilindungi di tingkat nasional.
Berita ini dipaparkan oleh Pemerintah China yang juga memberlakukan larangan konsumsi satwa liar dan bergerak untuk menutup peternakan satwa liar yang terletak di beberapa provinsi China. Aktivitas itu dipicu oleh pandemi COVID-19 yang beberapa pihak meyakini dimulai dari pasar di Wuhan.
China merupakan salah satu negara terbesar dalam mengimpor trenggiling, baik secara utuh maupun sisiknya saja.
Steve Blake, Perwakilan China untuk WildAid mengatakan bahwa “perlu ada kombinasi peraturan dan kesadaran publik yang lebih kuat untuk dapat mengakhiri masalah konsumsi satwa liar.” “Tahun lalu pihak berwenang di seluruh dunia menyita 130 ton produk trenggiling. Perlu ada lebih banyak inisiatif untuk mengurangi permintaan dan menghukum penjualan ilegal dalam mengakhiri perdagangan ini,” kata Blake.
Tim Environmental Investigation Agency (EIA) belakangan ini menemuka salinan phramacopoeia 2020 China atau sebuah buku referensi praktisi TCM dan menemukan sisik trenggiling masih terdaftar sebagai bahan utama dalam berbagai obat paten. Permintaan penggunaan sisik trenggiling di China akan masih tetap ada dengan perusahaan berlisensi dan rumah sakit masih dapat secara legal memproduksi obat-obatan tersebut. Hingga saat ini terdapat 700 rumah sakit berlisensi untuk dapat menggunakan sisik trenggiling sebagai bahan obat-obatan.
Sisik trenggiling banyak digunakan dalam obat-obatan tradisional China berdasarkan pada keyakinan bahwa mereka memiliki kualitas pengobatan dan spiritual khusus. Diyakini sisik trenggiling dapat mengobati kondisi penghentian ASI, rheumatoid arthritis, luka dan bisul. Meskipun hanya terdiri dari keratin, zat yang sama membentuk rambut dan kuku manusia. Sisik trenggiling digiling menjadi bubuk dan dijual di lebih dari 60 produk komersial yang berbeda di China. Menurut sebuah studi oleh China Biodiversity Conservation and Green Development Foundation, LSM konservasi yang didukung pemerintah, setidaknya terdapat 77 jenis obat China menggunakan trenggiling sebagai bahan utama.
Penulis: Rafi Widyadhana Saputra; Editor: G.Giovani Yudha B; Perancang Visual: Zaki Khudzaifi dan Yundira Putri Rahmadanti
Referensi
Agence France-Presse. (20 Februari 2020). Nearly 900,000 pangolins trafficked in Southeast Asia: Watchdog. Diambil dari https://www.thejakartapost.com/seasia/2020/02/20/nearly-900000-pangolins-trafficked-in-southeast-asia-watchdog.html
Alberts, E. C. (24 Juni 2020). Did China really ban the pangolin trade? Not quite, investigators say. Diambil dari https://news.mongabay.com/2020/06/did-china-really-ban-the-pangolin-trade-not-quite-investigators-say/
Apriando, T. (2 Mei 2019). The Pangolin Trade Explained: Situation In Indonesia. Diambil dari https://www.pangolinreports.com/indonesia/
Jiaming, X. (2 Mei 2019). The Pangolin Trade Explained: Situation in China. Diambil dari https://www.pangolinreports.com/china/
Nugraha, I. (20 Februari 2020). Riset: 26 Ribu Trenggiling Diselundupkan ke Tiongkok dalam Sepuluh Tahun. Diambil dari https://www.mongabay.co.id/2020/02/20/riset-26-ribu-trenggiling-diselundupkan-ke-tiongkok-dalam-sepuluh-tahun/
Siregar, R. (14 Januari 2019). Populasi Trenggiling di Indonesia Terancam Punah. Diambil dari https://rri.co.id/1399-lingkungan-hidup/622995/populasi-trenggiling-di-indonesia-terancam-punah
TRAFFIC. (Desember 2017). SCALY NEXUS: Mapping Indonesian pangolin seizures (2010–2015). Diambil dari https://www.traffic.org/site/assets/files/1737/scaly-nexus-indonesian-pangolin-trade.pdf
Winata, D. K. (29 Mei 2019). Perdagangan Trenggiling Ilegal Senilai Rp. 1,5 Miliar Dibongkar. Diambil dari https://mediaindonesia.com/read/detail/238647-perdagangan-trenggiling-ilegal-senilai-rp15-miliar-dibongkar